leo.yusa11

Selasa, 01 Desember 2015

KONFLIK, PERUNDINGAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa konsep mengenai konflik dalam organisasi ?
2.      Apa konsep mengenai negosiasi dalam organisasi ?
3.      Hubungan antar kelompok dalam organisasi ?

C. TUJUAN
1.      Mengetahui konsep apa saja yang ada didalam suatu konflik.
2.      Mengetahui konsep apa saja yang ada didalam suatu negosiasi
3.      Mengetahui hubungan antar kelompok dalam organisasi



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONFLIK

1.      PENGERTIAN KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan.
Menurut Stephen P. Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Menurut Fred Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.
Munurut Jerald Greenberg dan Robert A. Barron (1997) konflik dapat diartikan sebagai suatu proses yang terjadi jika seseorang individu atau suatu kelompok memandang bahwa individu atau kelompok lain bertindak atau segera bertindak tidak sesuai dengan minatnya.
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial yang dialami oleh individu maupun kelompok dimana salah satu pihak memiliki perbedaan dan berusaha untuk memenuhi tujuannya walaupun dengan cara ancaman dan atau kekerasan.

2.      PANDANGAN TERHADAP KONFLIK

Menurut Steven P. Robins dalam bukunya “Managing Organizational Conflick menyatakan bahwa sikap terhadap konflik dalam organisasi telah berubah dari waktu ke waktu. Stephen P. Robbins telah mempelajari evolusi tersebut, di mana ditekankannya perbedaan antara pandangan tradisional tentang konflik dan pandangan yang berlaku sekarang.

a.       Pandangan tradisional, menganggap bahwa semua konflik adalah berbahaya dan oleh karenanya harus dihindari.
b.      Pandangan aliran hubungan manusiawi, menganggap bahwa konflik adalah sesuatu yang lumrah dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena keberadaan konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka aliran ini mendukung penerimaan konflik tersebut dan menyadari adakalanya konflik tersebut bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok.
c.       Pandangan interaksionis, John Aker dari IBM menjelaskan konflik perspektif interaksionis, bahwa pendekatan interaksionis mendorong konflik pada kedaan yang “harmonis”, tidak adanya perbedaan pendapat yang cenderung menyebabkan organisasi menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi.
d.      Pandangan Kuno dan Pandangan Modern mengenai Konflik (James AF. Stoner dan R. Edward Freeman, 1992).   
Pandangan Kuno
Pandangan Modern
1.      Konflik dapat dihindari
2.      Konflik disebabkan karena adanya kesalahan manajemen dalam hal mendesain dan memanaje organisasi-organisasi atau karena adanya pengacaupengacau.
3.      Konflik merusak organisasi yang bersangkutan, dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal
4.      Tugas manajemen adalah meniadakan konflik
5.      Agar dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal, maka konflik perlu ditiadakan
1.      Konflik tidak dapat dihindari
2.      Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan dalam tujuan yang tidak dapat dihindari perbedaan-perbedaan dalam persepsi serta nilai-nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya
3.      Konflik membantu, kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda.
4.      Tugas manajemen adalah memanaje tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal.
5.      Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik moderat.


3.      FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
Menurut Stephen P. Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
A.    Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
B.     Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, system imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
C.     Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru hara, pemogokan, dan sebagainya.

4.      JENIS-JENIS KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a.      Konflik Dilihat dari Fungsi.
Berdasarkan fungsinya, Stephen P. Robbins (1996) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
v  Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
v  Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Stephen P. Robbins, batas yang menentukan suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
b.      Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya.
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
v  Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
v  Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
v  Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma kelompok tempat ia bekerja.
v  Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
v  Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
v  Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negative bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
c.       Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi.
Berdasarkan konflik yang dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi (1992) membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
v  Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
v  Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
v  Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
v  Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

5.      DAMPAK KONFLIK

Dampak konflik yang terjadi organisasi meliputi dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif.
a.      Dampak Positif Konflik
Adapun dampak positif dalam organisasi yaitu sebagai berikut:
v  Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri. Dengan adanya konflik yang terjadi, mungkin akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang kenapa bisa terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
v  Meningkatkan Prestasi. Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan extra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak pantas untuk "dihina".
v  Mengembangkan alternatif yang baik. Bisa saja dengan adanya konflik yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan misalnya bekerja sama dengan orang lain mungkin.

b.      Dampak Negatif Konflik
Adapun dampak negative dalam organisasi yaitu sebagai berikut:
v  Menghambat kerjasama. Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
v  Apriori. Selalu berapriori terhadap "lawan". Terkadang kita tidak meneliti benar tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan konflik kita.
v  Saling menjatuhkan. Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi diantara sesama orang di dalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakaan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.


B.     PERUNDINGAN (NEGOSIASI)

1.      PENGERTIAN NEGOSIASI
Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

2.      STRATEGI NEGOSIASI

a.      Negosiasi Menang-Kalah (Win-Lose)
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol (zero sum game). Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).
b.      Negosiasi Menang-Menang (Win-Win)
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif , dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif. Situasi – situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain.
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang (seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu kelompok (seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan dalam kelompok), antarkelompok (seperti yang terjadi antara departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal pengiriman).

3.      PROSES NEGOSIASI

a.       Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
b.      Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
c.       Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
d.      Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna untuk memecahan masalah.
e.       Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.


4.      NEGOSIASI MENGGUNAKAN PIHAK KETIGA
Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang mengalami ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam negosiasi antara pihak-pihak yang telah mengalami jalan buntu.
Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:
a.       Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga.
b.      Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa terjadinya kesepakatan. Menurut Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.
c.       Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
d.      Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.









C.    HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Mengenal, mengerti dan memahami hubungan antar individu dalam kelompok dan hubungan antar kelompok sangat penting dan besar sekali artinya dalam kepemimpinan sebab pemimpin akan dapat mengambil keputusan secara bijak, rasional dan adil. Mengabaikan kepentingan kelompok akan berakibat fatal bagi masa depan organisasi.
Hubungan antar kelompok harus dibina sedemikian rupa sehingga dapat dijalin secara harmonis. Harmonisnya hubungan antar kelompok akan dapat menciptakan kinerja kelompok dan kinerja organisasi secara optimal.

1.      FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK
Kinerja kelompok yang berhasil merupakan fungsi dari sejumlah faktor yang berpengaruh. Konsep yang memayungi berbagai faktor ini adalah konsep koordinasi. Umumnya berpengaruh terhadap hubungan antar kelompok.
a.      Ketergantungan
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah kelompok tersebut dalam melaksanakan tugasnya memerlukan koordinasi ? jawaban dari pertanyaan ini terletak kepada penetapan derajad ketergantungan yang ada diantara kelompok yang terkait. Apakah kelompok tersebut satu sama lain saling membutuhkan atau tidak. Jika ada maka ketergantungan yang ada akan terdiri dari ketergantungan tunggal (utuh), ketergantungan berantai dan ketergantungan timbal balik. Ketergantungan tunggal adalah semua kelompok yang terkait mempunyai ketergantungan yang sama (utuh) yang mutlak tidak dapat dipisahkan, ketergantungan berantai adalah ketergantungan kelompok yang sangat dipengaruhi oleh kinerja kelompok yang lain, sedangkan ketergantungan timbal balik adalah ketergantungan yang berada pada posisi berlawanan.
b.      Ketidakpastian Tugas
Semakin besar ketidakpastian suatu tugas (pekerjaan) maka akan semakin besar pula respon yang harus dibuat (dibentuk) dan semakin rendah derajad ketidakpastian suatu tugas (pekerjaan) maka tugas (pekerjaan) akan dapat distandarisasi. Kunci utama ketidakpastian tugas (pekerjaan) adalah bahwa suatu tugas (pekerjaan) untuk diterapkan memerlukan informasi lebih banyak. Oleh karena itu jika suatu tugas (pekerjaan) mempunyai ketidakpastian yang tinggi maka ketergantungan kepada informasi yang lengkap jelas dan valid sangat dibutuhkan dan masing-maisng kelompok akan sama saling membutuhkan satu sama lain atau menghadapi resiko kegagalan yang semakin besar.
c.       Orientasi Waktu dan Tujuan
Dua kelompok atau lebih akan saling bergantung satu sama lain sangat ditentukan oleh waktu dan tujuan spesifik yang melekat pada dirinya. Jika tujuan spesifik saling terkait satu sama lain dan waktu yang disediakan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain, maka derajad ketergantungan kelompok akan smakin besar.

2.      METODE PENGELOLAAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK

a.      Peraturan dan Prosedur
Metode yang paling murah dan paling sederhana di dalam mengelola hubungan antar kelompok adalah menetapkan aturan dan prosesdur interaksi antar kelompok. Di dalam organisasi yang besar, akan dibentuk suatu departemen yang khusus memantau dan mengevaluasi hubungan antar kelompk dan jika interaksi hubungan antar keompok tersebut ada gejala yang tidak sesuai dengan harapan maka kelompok yang terkait akan dipanggil untuk didengar serta diselesaikan melalui forum musyawarah. Peraturan dan prosedur baku akan memperkecil hubungan antar kelompok yang dipandang tidak perlu.
b.      Hirarki
Jika metode yang pertama dipandang kurang tepat maka hirarki kekuasaan yang ada di dalam organisasi menjadi alternatif kedua di dalam mengelola hubungan antar kelompok. Dengan demikian maka koordinasi akan diambil alih oleh pejabat yang lebih tinggi yang berada didalam organisasi itu. Pejabat yang lebih tinggi umumnya dapat dipandang sebagai pejabat yang ektif untuk membina hubungan antar kelompok sebab pejabat yang tinggi ini secara posisional mempunyai kekuasaan yang lebih besar dan dihapakan dapat mempengaruhi hubungan antar kelompok.
c.       Perencanaan
Alternatif (pilihan) berikutnya di dalam mengelola hubungan antar kelompok adalah melalui perencanaan. Jika setiap kelompok mempunyai tujuan spesifik yang hendak dicapai maka setiap kelompok telah mengetahui hak dan kewajiban yang melekat pada kelompoknya dan setiap kelomok ini akan mengetahui pada saat yang bagaimana hubungan kelompok lain perlu dilakukan. Perencanaan yang memadai dan baik cenderung memperbaiki koordinasi dan di samping itu perencanaan cenderung dapat pula alat koordinasi yang efektif dan efisien.
d.      Peran Perantara
Peran perantara sering mengarah kepada individu yang diberi tugas (pekerjaan) khusus untuk memudahkan komunikasi antar kelompok kerja yang saling terkait. Perantara yang diberi tugas (pekerjaan) khusus ini tentunya adalah orang yang dipandang cakap dan mempunyai pandangan yang luas tentang bidang organisasi dan manajemen. Di dalam organisasi yang besar sering kali memanfaatkan sarjana yang mempunyai kompetensi dibidangnya dengan beberapa pengalaman praktis dan taktis yang menunjang kompetensinya. Kelemahan utama peran perantara ini adalah adanya keterbatasan pribadi untuk menangani informasi yang mengalir diantara kelompok yang saling berinteraksi, khususnya jika kelompok berinteraksi itu besar dan interaski sangat sering dilakukan.
e.       Pelaksana Tugas
Para pelaksana tugas (pekerjaan) dapat dijadikan wakil dari sejumlah kelompok. Para pelalaksana tugas (pekerjaan) sering melaksanakan tugas (pekerjaan) yang sesuai dengan bidangnya dan sering kali melakukan hubungan dengan yang lain. Para pelaksana tugas (pekerjaan) ini harus dibina sedemikian rupa guna memberi pengertian dan pemahaman mengenai hubungan antar kelompok tentang apa yang seharusnya dilakukan di dalam membina hubungan dengan kelompok lain.
f.       Tim
Jika tugas (pekerjaan) sudah semakin banyak dan rumit maka persoalan yang muncul dari pelaksanaan tugas (pekerjaan) akan semakin bamuak dan rumit pula dan dalam keadaan demikian maka alat koordinasi yang ada sudah dianggap kurang memadai dan tidak tepat. Pilihan berikutnya adalah menyerahkan kerumitan hubungan antar kelompok ini kepada suatu tim. Tim inilah yang akan memantau dan mengevaluasi pola hubungan antar kelompok. Angota tim berasal dari masing-masing fungsi yang ada di dalam organisasi dan ketika tugasnya telah selesai maka anggota tim ini akan kembali lagi kepada induknya. Tim pemantau ini dikarenakan mempunyai keanggotaan yang berkomposisi masing-masing fungsi maka dipandang mewakili masing-masing fungsinya sehingga hasil pantauan dan evaluasinya dipandang cukup representatif.
g.      Departemen/Badan Terpadu
Jika hubungan antar kelompok telah menjadi terlalu sulit dan rumit untuk dikoordinasikan melalui rencana, tugas (pekerjaan), tim dan sebagainya maka organisasi sebaiknya membentuk departemen/badan terpadu. Departemen/badan ini bersiat permanen dengan anggota yang secara formal diberi tugas (pekerjaan) untuk memadukan dua kelompok atau lebih. Departemen yang dibentuk ini akan digunakan jika organisasi sudah sangat besar dan mempunyai tujuan-tujuan yang sering berlainan arah, mempunyai berbagai persoalan yang tak rutin yang sangat rumit dan mempunyai keputusan antar kelompok yang mempunyai dampak terhadap seluruh operasi organisasi. Departemen/badan ini dapat dijadikan alat yang dapat diandalkan untuk menangani konflik antar kelompok.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Mengenal, mengerti dan memahami hubungan antar kelompok sangat penting dan besar sekali artinya dalam kepemimpinan sebab pemimpin akan dapat mengambil keputusan secara bijak, rasional dan adil. Mengabaikan kepentingan kelompok akan berakibat fatal bagi masa depan organisasi. Hubungan antar kelompok harus dibina sedemikian rupa sehingga dapat dijalin secara harmonis. Harmonisnya hubungan antar kelompok akan dapat menciptakan kinerja kelompok dan kinerja organisasi secara optimal.
  

DAFTAR PUSTAKA

Jerald Greenberg dan Robert A.Baron, Behavior in Organizations, (Prentice Hall, 1997)
Stephen P.Robbins. Organizational Behavior, (Prentice Hall, 1996)
Winardi. Manajemen Konflik, (Mandar Maju, 1994)
John M Ivancevich & Michael T. Matteson. (1999). Organizational Behavior an Management. International Edition. Irwin McGraw-Hill

www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar